sandakwah dalam al-Q ur'an. B eberapa bent uk pesan da k- wah antara lai n, ayat - ayat al - Q ur' an, hadis nabi M uhammad Saw. , penda p at para ul ama, hasil penel itian, k isah - ki sah,
adabeberapa solusi yang diberikan ulama dalam masalah dakwah ini, al-bayanuny menjelaskan tentang solusi masalah dakwah dari dalam umat islam antara lain; mengakui kesalahan yang diperbuat, memperbaiki kesalahan lalu menyusun permasalah yang ada kemudian membuat prioritas untuk diatasi, bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah, tetap
UMATDALAM BERDAKWAH fI. Tujuan Umum Madah Terbentuknya pribadi muslim yang memiliki keahlian dan kemampuan dalam berdawah pada setiap ruang lingkup dan berbagai kondisi, memiliki kemampuan untuk membina orang lain, mampu menghadapi dan mengatasi tantangan, problematika serta merasakan pentingnya amal jama'i dan amal untuk mengkhidmat Islam an
Demiterwujudnya kebangkitan umat kita harus bekerja keras memancangkan pilar-pilar penyangganya, ia adalah: Al-Yaqdhatur Ruhiyah (kesadaran/kebangkitan ruhiyah) Inti kekuatan umat ada pada kekuatan ruhani, bukan pada kekuatan materi. Di sepanjang sejarahnya, dapat kita ketahui bahwa kekuatan ruhani itulah yang menjadi andalan.
.
Penyakit Umat di Dalam Dakwah Setelah menyimak beberapa pembahasan sebelumnya, kita mengetahui bahwa problematika dan tantangan yang dihadapi umat Islam hari ini tidaklah ringan. Upaya penyadaran umat dengan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar tidak dapat berjalan efektif jika hanya mengandalkan amal individual al-infiradiyyah. Dampak Al-Infiradiyyah Al-infiradiyyah di dalam dakwah adalah penyakit yang harus segera diobati. Karena ia akan berdampak pada mentalitas al-ma’nawiyyah dan aktivitas al-amaliyyah seorang da’i. Pertama, dampak terhadap mentalitas al-ma’nawiyah Da’i yang berdakwah secara infiradi secara maknawi cenderung emosional al-infi’aliyyah; yakni sekedar mengikuti suasana hati atau kecenderungan pribadi. Dakwahnya menjadi serampangan at-tahawur, tidak berdasarkan pandangan dan perencanaan yang matang. Al-Infiradiyah pun cenderung menggiring pada figuritas al-wijahiyah. Hal ini berbahaya terutama jika para pengikut da’i infiradi ini bersikap fanatik kepadanya. Sadar atau tidak, hal yang mungkin muncul kemudian adalah sikap otoriter al-istibdadiyah seorang da’i. Kita hendaknya merenungkan sebuah perkataan hikmah yang disampaikan Imam Malik rahimahullah, لَيْسَ أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ إِلَّا وَيُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُتْرَكُ، إِلَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “Tidak ada seorangpun setelah Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, kecuali perkataannya itu ada yang diambil dan ada yang ditinggalkan, kecuali Nabi shallallaahu alaihi wa sallam.” Ibnu Abdil-Barr dalam Jaami’ Bayanil-Ilmi wa Fadhlihi juz II, hal. 111-112. Dalam puncak ketenaran, da’i infiradiyyah pun sangat rentan terpapar perasaan merasa hebat al-i’tizaziyyah. Sikap seperti ini menyeret seorang da’i pada egosentrisme al-ananiyyah; ia tidak mampu melihat suatu persoalan dari perspektif orang lain; tidak bisa menarik kesimpulan dari apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilihat oleh pihak lain. Ia menganggap dirinyalah pusat perhatian dan hanya pendapatnya sajalah yang penting. Dengan mentalitas seperti ini tidak heran jika yang muncul selanjutnya adalah sikap meremehkan al-intiqashiyyah. Maka potensi perpecahan at-tafriqah di tengah-tengah umat pun semakin berkembang. Kedua, dampak terhadap al-amaliyyah aktivitas Dakwah yang dilakukan secara infiradiyyah cenderung bergaya spontanitas al-afwiyyah. Tanpa ada musyawarah atau pertimbangan-pertimbangan dari pihak lain yang dapat mengarahkan pandangan lebih luas dan menyeluruh terhadap sebuah permasalahan. Tidak ada di dalamnya langkah-langkah yang strategis dan sistematis. Padahal Allah Ta’ala berfirman, وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ “…sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka…” QS. As-Syura, 42 38. Dengan dakwah semacam ini setiap tindakan dan langkah-langkah tidak akan terevaluasi dengan baik; tidak ada pertanggung jawaban adamul mas’uliyyah. Tanpa musyawarah dan langkah-langkah strategis, dakwah infiradiyyah berpotensi menjadi gerakan dakwah yang parsial al-juz’iyyah. Dakwah yang menitikberatkan pada sebagian ajaran Islam dan mengabaikan sebagian ajaran Islam yang lainnya. Maka akan tumbuhlah fenomena-fenomena kontradiktif at-tanaqudhat di tengah-tengah masyarakat. Sebagai contoh, akan muncullah orang-orang yang sangat penuh perhatian pada fiqih ibadah namun abai terhadap masalah adab dan akhlak; atau sebaliknya, sangat penuh perhatian pada masalah adab dan akhlak namun abai terhadap masalah fiqih ibadah; sangat penuh perhatian pada masalah politik Islam namun abai pada masalah tazkiyatun nafs; atau sebaliknya, sangat penuh perhatian pada masalah tazkiyatun nafs tapi abai pada masalah politik Islam; sangat penuh perhatian pada masalah thalabul ilmi namun abai pada masalah amar ma’ruf nahi munkar; atau sebaliknya, sangat penuh perhatian pada masalah amar ma’ruf nahi munkar namun abai pada masalah thalabul ilmi; dan lain sebagainya. Dakwah infiradiyah pun kerap terjebak pada cara-cara tradisional at-taqlidiyyah. Hal ini dikarenakan sang da’i tidak memiliki pandangan yang luas adamul bashirah tentang realita umat pada masa kini. Aktivitas dakwah seperti itu pada akhirnya hanya bersifat tambal sulam at-tarqi’iyyah dan tidak produktif adamul intaj; kurang memberikan manfaat pada upaya pemecahan problematika dan atau pembentukan umat yang ideal. ***** Al-Ilaj Terapi Pada Penyakit Al-Infiradiyah Para da’i infiradi harus segera diobati dengan terapi yang tepat. Pertama, harus ditumbuhkan kesadaran al-wa’yu pada diri mereka terhadap bahaya penyakit al-infiradiyyah. Kedua, membuka pandangannya tentang keislaman al-islamiyyah yang sesungguhnya dengan pemahaman yang benar sesuai dengan apa yang diajarkan oleh salaful ummah. Ketiga, menanamkan sikap rendah hati at-tawadhu kepada mereka dengan menggambarkan keteladanan para salafus shalih dan para ulama rabbani. Keempat, menggugahnya agar memiliki pandangan yang objektif al-inshaf terhadap keadaan diri dan realita umat. Hal ini dilakukan dengan menggambarkan kepadanya dengan lebih jelas dan detail tentang problematika yang mendera umat. Sehingga mereka menyadari keterbatasan kemampuan mereka dan tergugah untuk bekerjasama dalam sebuah barisan dakwah. Kelima, mengajak mereka untuk bergerak dalam dakwah secara sistematis al-manhajiyyah; memahami problematika, mengetahui obatnya, mengerti prioritas, langkah-langkah dan tahapannya, mampu memilih sarana-sarananya hingga dapat mencapai tujuan. Keenam, menuntunnya pada kerja-kerja dakwah Islam yang menyeluruh as-syumuliyyah; mencakup aspek keyakinan al-i’tiqadi, moral al-akhlaki, sikap as-suluki, perasaan as-syu’uri, pendidikan at-tarbawi, kemasyarakatan al-ijtima’i, politik as-siyasi, ekonomi al-iqtishadi, militer al-askari, dan hukum al-jina’i. Ketujuh, memperkenalkan kepada mereka prioritas dan cara-cara dakwah kekinian al-ashriyah yang sesuai dengan perkembangan zaman. Kedelapan, memotivasinya untuk bersama-sama melakukan perubahan total al-inqilabiyyah. Ringkasnya, hal-hal negatif dari dakwah infiradiyyah dapat dikurangi atau dihilangkan dengan mengembangkan kerja kolektif al-amalul jama’iy. Harus ada sekelompok orang yang bekerja dalam sebuah barisan yang teratur bagaikan sebuah bangunan yang tersusun kokoh. Allah Ta’ala berfirman, وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” QS. Ali Imran, 3 104 إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” QS. As-Shaf, 61 4 Wallahu A’lam…
“Hubbud–dunya wa karohiyatul maut” Dengan adanya penyakit yang mewabah pada 1 tahun kebelakan ini Covid-19 merupakan salah satu ujian atau tantangan bagi umat muslim untuk tetap menguatkan iman dan taqwa. Bagaimana tidak selama masa pandemi negara beberapa kali memberlakukan pengawasan ketat untuk tetap menjaga jarak yang sering kita dengar dengan istilah PPKM. Oleh karenanya sering dan banyak kita jumpai sekarang masjid yang kosong, shaf-shaf sholat juga diberi jarak dan lain sebagainya. Maka dari itu janganlah kita mengurangi keimanan serta ketaqwaan meski pandemi berlangsung, justru jika shaf kita renggang yang perlu dikuatkan yaitu dengan meningkatkan level ketaqwaan dengan berbagai hal yang bisa mendekatkan diri dengan Allah SWT. Jika penyakit yang kita bahas tadi adalah sesuatu yang sering kita lihat di berita-berita Televisi, namun penyakit umat manusia yang satu ini yang sukar sekali kita menyadarinya yaitu, Hubbud–dunya wa karohiyatul maut. Istilah lain yang juga berkaitan dengan penyakit ini adalah Besar perut, Besar perut artinya lebih mementingkan urusan perut dan hal-hal yang menyangkut keduniawian dengan berlomba-lomba memenangkannya. Orang yang terjangkit penyakit seperti ini tidak akan segan-segan untuk menghalalkan segala cara guna memperoleh apa yang diinginkan. Apabila umat telah terjangkit penyakit ini, niscaya akan hilang sebuah kehormatan umat itu sendiri dan akan mengundang datangnya azab yang amat dahsyat. Untuk itu kita harus senantiasa berapa pada jalan yang baik atau haq, dalam firmannya Allah memberikan petunjuk beharga bagi kita bahwa sebuah kesenangan dan kehidupan dunia beserta isinya adalah sesuatu yang bersifat sementara dan tidak akan kekal abadi, maka Akhiratlah tempat yang paling kekal. Allah SWT berfirman, ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka, tidakkah kamu memahaminya?” QS 632. Penulis Imam Arifin Rosyadi,
Praktik pekerjaan sosial khususnya di lingkungan Islam, penting mempunyai kiblat yang relevan dengan lingkungannya. Sebagai ilmu yang lahir dan berkembang di luar tradisi Islam, pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial selama ini berkiblat pada tradisi budaya dan keilmuan di Barat. Buku berjudul lnterkoneksi Islam dan Kesejahteraan Sosial Teori, Pendekatan dan Studi Kasus ini tidak lain adalah bagian dari upaya untuk mempertegas kiblat kesejahteraan sosial, yakni dalam konteks keislaman. Karena buku ini secara gamblang menunjukkan bahwa ada interkoneksi antara Islam dan kesejahteraan sosial. Menghubungkan sebuah entitas keilmuan yang sudah mapan dengan tradisi Islam di beberapa kalangan memang memunculkan kecurigaan epistemologis. Seperti halnya upaya menginterkoneksikan Islam dan kesejahteraan sosial seolah bagian dari gerakan lslamisasi ilmu pengetahuan. Sehingga, ilmu kesejahteraan sosial seakan-akan ingin dilegitimasi dalam konteks keislaman. Kuntowijoyo, seorang ilmuan yang sohor pernah mengkritik gerakan lslamisasi pengetahuan karena ilmu yang bersangkutan tidak memiliki landasan paradigma yang kuat. Karena itulah beliau membalikkan logika gerakan tersebut dengan "pengilmuan Islam." Yang pertama dapat terjebak pada legitimasi-legitimasi yang hanya menyentuh kulit luar sedangkan yang kedua berupaya membangun landasan paradigmanya. Tentu saja buku ini tidak ingin terjebak pada yang pertama dengan hanya melegitimasi teori-teori atau praktik pekerjaan sosial dalam tradisi keilmuan Islam. Namun lebih dari itu, yakni dengan menunjukkan secara epistemologis adanya interkoneksi Islam dan kesejahteraan sosial. Karena itulah buku ini tidak hanya menyuguhkan ulasan kepada pembaca pada dataran teoritis, akan tetapi juga masuk dalam wilayah pendekatan strategi hingga studi kasus praktik. Di sinilah nantinya, ilmu kesejahteraan sosial dapat menemukan wujudnya sebagai ilmu yang mempunyai keterkaitan dengan tradisi Islam.
penyakit umat dalam dakwah